Rabu, 03 April 2013

PASAR anak-anak SALAM

Pasar yang diselenggarakan setiap 35 hari sekali oleh Laboratorium Pendidikan Dasar SALAM. Dimaksudkan sebagai sarana pembelajaran agar anak secara otentik memahami struktur pasar dan bagaimana relasi antar fungsi dalam salah satu kehidupan nyata ekonomi--disamping sebagai media sekolahan untuk melihat kecenderungan anak.

PASAR

Tulisan ini memang hanya sekadar cerita berdasarkan ingatan, dari apa yang pernah dilihat, didengar dari cerita orang, maka janganlah berharap Anda akan menemukan hal-hal ilmiah dalam tulisan ini.

Kalau Anda berasal dari pedesaan tentu memiliki cerita kenangan tentang pasar. Mayoritas anak-anak di pedesaan selalu berbinar-binar ketika hari pasar tiba, karena pasar memang tidak setiap hari ada. Apa yang dibayangkan pada saat menjelang hari pasar tiba―yakni, kesempatan anak-anak bisa jajan, ada secercah harapan anak-anak, karena akan dibelikan sesuatu oleh orang tuanya. Apalagi pasar disaat menjelang lebaran, anak-anak membayangkak akan mendapatkan baju baru.

Pasar memang menjadi peristiwa dan perhelatan bagi orang tua, anak-anak, perempuan, laki-laki. Bahkan pasar menjadi tempat pertemuan, tempat ngrumpi, silaturahmi, menjadi pusat informasi selain tentu saja mempunyai fungsi pokok, yakni menjadi tempat interaksi si penjual dan si pembeli. Maka tidaklah heran jika pasar menjadi ajang lobby politik, untuk mengetahui perkembangan apa yang sedang terjadi di desa-desa sekitar pasar, juga perkembangan-perkembangan menarik di daerah lain.

Rata-rata putaran penyelenggaraan pasar di masing-masing tempat sekitar dua sampai dengan lima hari sekali. Selain tujuh nama hari yang dikenal diseluruh penjuru tanah air yakni; Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at dan Sabtu), di Jawa juga dikenal lima hari yang sering dimaknai sebagai hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage dan Kliwon).

Jadi putaran penyelenggaraan pasar terjadi lima hari sekali. Ada pasar Legi di desa tertentu yang lebih banyak untuk menjual hasil-hasil bumi, ada Pasar Kliwon di desa anu yang lebih khusus menjual grabah dan alat-alat pertanian, ada Pasar Pon di wilayah lain yang khusus menjual hewan (maka sering dikenal dengan pasar hewan). Selain penyelenggaraan pasar yang lumintu itu, juga ada pasar-pasar khusus yang biasanya terjadi pada saat-saat tertentu, misalnya tepat pada hari-hari besar (lebaran misalnya) yang biasanya jauh lebih lengkap barang-barang dagangan dan jauh lebih besar jumlah dan ragamnya―sering disebut dengan prepegan. Ada juga pasar malam yang memang diselenggarakan di malam hari biasanya disertai dengan berbagai pertunjukan atau hiburan―namun perhelatan seperti ini tidak setiap saat ada (biasanya terjadi pada momen-momen tertentu, pada hari-hari besar).

Pengertian Pasar dipahami secara arief dan sederhana, sebuah interaksi jual beli memang sudah diniati sejak dari rumah, karena ada kebutuhan untuk mendapatkan sesuatu―tanpa dipaksa dan terpaksa, bahkan untuk menjual atau membeli telah dipikir masak-masak melalui perdebatan di setiap keluarga, minimal selama lima hari sebelum pasar itu tiba.

Tentu saja di dalam pasar itu ada saja orang-orang yang menipu, ada yang mengambil barang dengan cara diam-diam dan kecil-kecilan, itu disebut ngutil, ada yang khusus mengambil uang dari kantong celana atau baju atau dompet secara cepat, itu disebut copet. Namun profesi-profesi itu biasanya sudah diketahui oleh khalayak, baik ciri-ciri wajah, pola-pola gerak-geriknya maupun dari mana asalnya (biasanya dari tempat-tempat tertentu), sehingga kewaspadaan sesungguhnya telah melekat pada setiap orang yang akan pergi ke pasar. Namun profesi (ngutil, copet, jambret dll) mengandung resiko besar, tidak jarang para pelaku itu tertangkap basah di pasar dan pasti akan diadili beramai-ramai, minimal mereka akan dipermalukan.

Melihat penyelenggaraan pasar, pada mulanya ada kesepakatan kapan dan di mana pasar itu diselenggarakan, bahkan spesial untuk jenis produk apa yang akan dijual di pasar itu. Jelas ada sirkulasi produksi, kapan dipasarkan, bukan dengan cara eksploitatif setiap hari, apalagi setiap jam, menit dan detik.Karena harus melalui kalkulasi, kapan waktunya produk itu dibutuhkan; misalnya alat-alat pertanian, grabah, alat-alat rumah tangga tidaklah setiap hari orang akan membeli.
Pasar bagi masyarakat bukanlah momok apalagi terkesan monster―pasar bahkan menjadi tempat bercanda bagi ibu-ibu, pasar juga menjadi tempat untuk menukar benih-benih pertanian antar petani yang akan menanam, tempat menukar sekian kambing dengan seekor sapi, kelak di zaman modern disebut barter.

Yang jelas sebagian proses penyelenggaraan pasar dikendalikan bersama-sama oleh masyarakat. Ada banyak kesepakatan-kesepakatan tak tertulis yang ternyata sangat dipatuhi di pasar itu yang intinya untuk melindungi kepentingan bersama.

Mulailah jaman modern masuk dan menginterfensi, mengatur bahkan menguasainya. Aturan-aturan yang disepakati secara kolektif berubah, bahkan secara fisik pasar oleh para modernis dianggap kumuh dan tak teratur maka harus dibangun. Konsep pembangunan pasar menjadi tak bisa dijangkau lagi oleh masyarakat, bahkan yang terjadi penghuni asli pasar yang ada selama ini harus menyingkir, tergusur karena dianggap tak pantas.

Penyelenggaraan pasar tidak lagi harus menunggu setiap hari pasaran, setiap saat ada pasar (dimana saja, kapan saja ada pasar). Nama-nama hari pasaran sudah tidak penting lagi. Padahal fungsi hari pasar bagi masyarakat juga terkait dengan hitungan-hitungan kehidupan lainnya. Orang sering memaknai hari kelahiran (weton) yang dihitung dari gabungan hari nasional dan pasaran, misalnya Sabtu Pahing, Jumat Kliwon. Juga terkait dengan hitungan-hitungan kapan hari yang tepat untuk menanam, untuk mendirikan rumah, untuk bepergian, untuk menikahkan anaknya, bahkan untuk mengawinkan kambing pun harus dihitung
dengan cara yang sama.

Kini nama-nama hari, apalagi hari pasaran menjadi tidak penting karena setiap hari, setiap jam, setiap menit bahkan setiap detik orang boleh menginginkan apa saja, boleh melakukan apa saja, boleh membeli apa saja, menjual apa saja, artinya metabolisme tidaklah penting lagi--kini 24 jam bebas untuk melakukan transaksi.

Kok sekarang ini ada lagi yang bernama Pasar Bebas! Apakah itu berbeda dengan pasar di kampungku dulu?!

Mengapa itu disebut pasar bebas? Apakah bebas itu berarti setiap orang bebas untuk menjual apa saja, atau apakah itu berarti negara bisa menjual apa saja, ataukah berarti kita juga bebas untuk tidak menjual dan bebas untuk tidak membeli?

Di pasar kampung ada pencuri kecil-kecilan yang disebut ngutil dan nyopet, namun menurut pengalaman saya kejadian-kejadian itu bisa diatasi setidaknya oleh pengurus pasar, bahkan di tingkat masyarakat luas. Terus terang saya tidak bisa membayangkan bagaimana praktek pencurian yang terjadi dalam dunia pasar bebas, tentunya tidak setingkat ngutil atau nyopet seperti yang terjadi di pasar kampung. Di kehidupan pasar kampung, ada juga istilah bank plecit yakni orang yang meminjamkan uang―yang biasanya untuk modal berdagang kecil-kecilan―dengan bunga yang cukup tinggi. Untuk pedagang kecil memang berat, kami semua tahu bahwa rentenir, lintah darat itu dosanya besar. Tapi harus diakui bahwa bank plecit itu tidak pernah memaksa, dan kadang kala memang itu berguna. Sebab bagi orang kecil membutuhkan pelayanan cepat, karena untuk pinjam dari bank pemerintah yang ada, yang bunganya kecil, ternyata juga tidak mudah bahkan cenderung bertele-tele.

Dipasar kampung juga ada profesi-profesi yang di sebut blantik, yakni orang yang kerjanya merayu, mempengaruhi pembeli maupun penjual agar memperoleh upah jasa, sesekali juga bisa mendapatkan keuntungan dari harga bakunya.
Di pasar bebas, ternyata ada juga bank plecit bertaraf besar yang beroperasi dengan canggih, bahkan tidak tanggung-tanggung melakukan pemaksaan secara canggih melalui otoritas negara. Dengan cara mengkritik bahwa instrumen pasar di sebuah negara dianggap ‘tidak sehat’. Ada-ada saja. Istilah ‘tidak sehat’, parameternya dan obatnya mereka yang menentukan. Jadi kata ‘bebas’ di sini berarti kira-kira hanya yang kuat saja yang bebas menentukan apa saja, bebas membeli apa saja dan bebas menjual apa saja. Sementara yang tidak kuat tidak kuasa untuk menjual dan tidak kuasa pula untuk membeli. Bagi yang lemah, barang-barang yang penting bagi kehidupannya bisa dipaksa untuk dijual ke yang kuat, dan bagi si lemah ia bisa dipaksa untuk membeli apa saja yang dijual oleh yang kuat.

Pasar dalam arti sempit adalah tempat dimana permintaan dan penawaran bertemu, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar tradisional. Sedangkan dalam arti luas adalah proses transaksi antara permintaan dan penawaran, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar modern. Permintaan dan Penawaran dapat berupa Barang atau Jasa. Maka kata “pasar” mestinya masih sama namun sungguh sangat jauh melenceng maknanya, walaupun saya sudah dikasih tahu bahwa yang terjadi dalam pasar bebas itu ada kejahatan-kejahatan terselubung, dan yang terjadi sudah tidak lagi sekadar menjual atau membeli barang, tetapi yang tak nampak adalah jual beli pikiran, sikap, prinsip bahkan menjual diri dan rasa kemanusiaan.

Tetap saja saya tidak paham

(Toto Rahardjo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar